MODERNISASI BUDAYA POLITIK MANGKUNEGARAN
Abstract
Abstrak. Budaya politik tercermin dari cara elite dalam mengambil suatu kebijakan dan mengimplentasikannya. Mangkunegaran sebagai sebuah kepangeranan hasil dari perpecahan kerajaan Mataram tidak mengikuti budaya politik mataram yang feodal tradisional. Mereka tidak lagi melihat raja sebagai wakil dari Tuhan tetapi mereka berkuasa karena andil dari rakyat. Rakyat yang dimaksud adalah mereka yang berjuang mendukung sang pangeran melawan penjajah Belanda dan Penguasa Mataram yang dianggap lalim. Terdapat tiga prinsip budaya politik di Mangkunegaran yakni mulat sarira hangrasa wani, rumangsa melu handarbeni, melu hangrungkebi. Ketiga hal ini yang kemudian membuat Mangkunegaran terkesan memodernisasi birokrasi pemerintahan dan secara tidak langsung merubah etiket yang ada.
Kata-kata kunci. Budaya politik, elite, kebijakan, Mangkunegaran
Abstract. The way of elites in issuing and executing a policy reflects the political culture of a state. Mangkunegaran as a principality, from the court of Mataram disintegration, does not imitate the political culture of Mataram which has the traditional-feodal system. They do not look a king as a representation of God but they have a power from people. The people is who is pursuing and supporting the prince to face the Dutch and the corrupt king of Mataram. There are three principles of Mataram political culture. Those are (1) mulat sarira hangrasa wani, (2) rumangsa melu handarbeni, (3) melu hangrungkebi. This shapes Mangkunegaran seemed modernizing governmental bureaucracy and changing the etiquette indirectly.
Keywords. Political culture, elite, policy, Mangkunegaran
Keywords
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.17977/sb.v9i2.5016
Jurnal Sejarah dan Budaya is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.